1.Ucapan Imam Nawawi dalam Syarah
Nawawi ala Shahih Muslim Juz 1 hal 90 menjelaskan
Berkata Imam Nawawi : “Barangsiapa yang
ingin berbakti pada ayah ibunya maka ia boleh bersedekah atas nama mereka
(kirim amal sedekah untuk mereka), dan sungguh pahala shadaqah itu sampai pada
mayyit dan akan membawa manfaat atasnya tanpa ada
ikhtilaf diantara muslimin, inilah
pendapat terbaik, mengenai apa – apa yang diceritakan pimpinan Qadhiy Abul
Hasan Almawardiy Albashriy Alfaqiihi Assyafii mengenai ucapan beberapa Ahli
Bicara (semacam wahabiy yang hanya bisa bicara tanpa ilmu) bahwa mayyit setelah
wafatnya tak bisa menerima pahala, maka pemahaman ini Batil secara jelas dan
kesalahan yg diperbuat oleh mereka yang mengingkari nash – nash dari Alqur’an
dan Alhadits dan Ijma ummat ini, maka tak perlu ditolelir dan tak perlu
diperdulikan.
Namun mengenai pengiriman pahala
shalat dan puasa, maka madzhab Syafii dan sebagian ulama mengatakannya tidak
sampai kecuali shalat dan puasa yang wajib bagi mayyit, maka boleh di Qadha
oleh wali nya atau orang lain yang diizinkan oleh walinya, maka dalam hal ini
ada dua pendapat dalam Madzhab Syafii, yang lebih masyhur hal ini tak sampai,
namun pendapat kedua yang lebih shahih mengatakan hal itu sampai, dan akan
kuperjelas nanti di Bab Puasa Insya Allah Ta’ala.
Mengenai pahala Alqur’an menurut
pendapat yang masyhur dalam madzhab Syafii bahwa tak sampai pada mayyit, namun
adapula pendapat dari sahabat sahabat Syafii yang mengatakannya sampai, dan
sebagian besar ulama mengambil pendapat bahwa sampainya pahala semua macam
ibadah, berupa shalat, puasa, bacaan Alqur’an, ibadah dan yang lainnya,
sebagaimana diriwayatkan dalam shahih Bukhari pada Bab : “Barangsiapa yang
wafat dan atasnya nadzar” bahwa Ibn Umar memerintahkan seorang wanita yang
wafat ibunya yang masih punya hutang shalat agar wanita itu membayar (meng
qadha) shalatnya, dan dihikayatkan oleh Penulis kitab Al Hawiy, bahwa Atha bin
Abi Ribah dan Ishaq bin Rahawayh bahwa mereka berdua mengatakan bolehnya shalat
dikirim untuk mayyit, Telah berkata Syeikh Abu Sa’ad Abdullah bin Muhammad bin
Hibatullah bin Abi Ishruun dari kalangan kita (berkata Imam nawawi dengan
ucapan : “kalangan kita” maksudnya dari madzhab syafii) yang muta’akhir (dimasa
Imam Nawawi) dalam kitabnya Al Intishar ilaa Ikhtiyar bahwa hal ini seperti
ini. (sebagaimana pembahasan diatas), berkata Imam Abu Muhammad Al Baghawiy
dari kalangan kita dalam kitabnya At Tahdzib : Tidak jauh bagi mereka untuk
memberi satu Mudd untuk membayar satu shalat (shalat mayyit yang tertinggal)
dan ini semua izinnya sempurna, dan dalil mereka adalah Qiyas atas Doa dan
sedekah dan haji (sebagaimana riwayat hadist - hadits shahih) bahwa itu semua
sampai dengan pendapat yang sepakat para ulama. (Syarh Nawawi Ala Shahih Muslim
Juz 1 hal90)
Maka jelaslah sudah bahwa Imam
Nawawi menjelaskan dalam hal ini ada dua pendapat,dan yang lebih masyhur adalah
yang mengatakan tak sampai, namun yang lebih shahih mengatakannya sampai,
tentunya kita mesti memilih yang lebih shahih, bukan yang lebih masyhur, Imam
nawawi menjelaskan bahwa yang shahih adalah yang mengatakan sampai, walaupun
yang masyhur mengatakan tak sampai, berarti yang masyhur itu dhoif,dan yang
shahih adalah yang mengatakan sampai, dan Imam Nawawi menjelaskan pula bahwa
sebagian besar ulama mengatakan semua amal apahal sampai.
Inilah liciknya orang – orang
wahabi, mereka bersiasat dengan “gunting tambal”, merekamenggunting – gunting
ucapan para Imam lalu ditampilkan di web – web, inilah bukti kelicikan mereka,
Saya akan buktikan kelicikan mereka:
Lalu berkata pula Imam Nawawi
“Sungguh sedekah untuk dikirimkan
pada mayyit akan membawa manfaat bagi mayyit dan akan disampaikan padanya
pahalanya, demikian ini pula menurut Ijma (sepakat) para ulama, demikian pula
mereka telah sepakat atas sampainya doa – doa, dan pembayaran hutang (untuk
mayyit) dengan nash – nash yang teriwayatkan masing masing, dan sah pula haji
untuk mayyit bila haji muslim,
Demikian pula bila ia berwasiat
untuk dihajikan dengan haji yang sunnah, demikianpendapat yang lebih shahih
dalam madzhab kita (Syafii), namun berbeda pendapat paraulama mengenai puasa,
dan yang lebih benar adalah yang membolehkannya sebagaimana hadits – hadits
shahih yang menjelaskannya, dan yang masyhur dikalangan madzhab kita bahwa
bacaan Alqur’an tidak sampai pada mayyit pahalanya, namun telah berpendapat
sebagian dari ulama madzhab kita bahwa sampai pahalanya, dan Imam Ahmad bin
Hanbal berpegang pada yang membolehkannya” (Syarh Imam Nawawi ala Shahih Muslim
Juz 7 hal 90).
Dan dijelaskan pula dalam Almughniy
“Tidak ada larangannya membaca
Alqur’an dikuburan , dan telah diriwayatkan dari Ahmad bahwa bila kalian masuk
pekuburan bacalah ayat Alkursiy, lalu Al Ikhlas 3X, lalukatakanlah : Wahai
Allah, sungguh pahalanya untuk ahli kubur”.
Dan diriwayatkan pula bahwa bacaan
Alqur’an di kuburan adalah Bid’ah, dan hal itu adalah ucapan Imam Ahmad bin
Hanbal, lalu muncul riwayat lain bahwa Imam Ahmad melarang keras hal itu, maka
berkatalah padanya Muhammad bin Qudaamah : Wahai AbuAbdillah (nama panggilan
Imam Ahmad), apa pendapatmu tentang Mubasyir (seorang perawi hadits), Imam
Ahmad menjawab : Ia Tsiqah (kuat dan terpercaya riwayatnya), maka berkata
Muhammad bin Qudaamah sungguh Mubasyir telah meriwayatkan padaku dari
ayahnya bahwa bila wafat agar dibacakan awal surat Baqarah dan penutupnya,
dan bahwa Ibn Umar berwasiat demikian pula!”, maka berkata Imam Ahmad
:”katakan pada orang yang tadi ku larang membaca Alqur’an dikuburan agar
ia terus membacanya lagi..”. (Al Mughniy Juz 2 hal : 225)
Dan dikatakan dalam Syarh Al Kanz :
“dijelaskan pada syarah Al Kanz,
Sungguh boleh bagi seseorang untuk mengirim pahala amal kepada orang lain,
shalat kah, atau puasa, atau haji, atau shadaqah, atau Bacaan Alqur’an, dan
seluruh amal ibadah lainnya, dan itu boleh untuk mayyit dan itu sudah disepakati
dalam Ahlussunnah waljamaah. Namun hal yang terkenal bahwa Imam Syafii dan
sebagian ulamanya mengatakan pahala pembacaan Alqur’an tidak sampai, namun Imam
Ahmad bin Hanbal, dan kelompok besar dari para ulama, dan kelompok besar dari
ulama syafii mengatakannya pahalanya sampai, demikian dijelaskan oleh Imam
Nawawi dalam kitabnya Al Adzkar,
Dan dijelaskan dalam Syarh Al Minhaj
oleh Ibn Annahwiy : “tidak sampai pahala bacaan
Alqur’an dalam pendapat kami yang
masyhur, dan maka sebaiknya adalah pasti sampai bila berdoa kepada Allah untuk
memohon penyampaian pahalanya itu. Dan selayaknya ia meyakini hal itu karena
merupakan doa, karena bila dibolehkan doa tuk mayyit, maka menyertakan semua
amal itu dalam doa tuk dikirmkan merupakan hal yang lebih baik, dan ini boleh
tuk seluruh amal, dan doa itu sudah Muttafaq alaih (takada ikhtilaf) bahwa doa
itu sampai dan bermanfaat pada mayyit bahkan pada yang hidup,keluarga dekat
atau yang jauh, dengan wasiat atau tanpa wasiat, dan dalil ini denganhadits
yang sangat banyak”.(Naylul Awthar lil Imam Assyaukaniy Juz 4 hal 142, Al
majmu’ Syarh Muhadzab lil ImamNawawiy Juz 15 hal 522).
Kesimpulannya bahwa hal ini
merupakan ikhtilaf ulama, ada yang mengatakan pengiriman amal pada mayyit
sampai secara keseluruhan, ada yang mengatakan bahwa pengiriman bacaan Alqur’an
tidak sampai, namun kesemua itu bila dirangkul dalam doa kepada Allah untuk
disampaikan maka tak ada ikhtilaf lagi.
Dan kita semua dalam tahlilan itu
pastilah ada ucapan : Allahumma awshil, tsawabaa maaqaraa’naa
minalqur’anilkarim… dst (Wahai Allah, sampaikanlah pahala apa – apa yang kami
baca, dari alqur’anulkarim…dst). Maka jelaslah sudah bahwa Imam Syafii dan seluruh
Imam Ahlussunnah waljamaah tak ada yang mengingkarinya dan tak adapula yang mengatakannya
tak sampai.
Kita ahlussunnah waljamaah mempunyai
sanad, bila saya bicara fatwa Imam Bukhari, saya mempunyai sanad guru kepada
Imam Bukhari. Bila saya berbicara fatwa Imam Nawawi, saya mempunyai sanad guru
kepada Imam Nawawi, bila saya berbicara fatwa Imam Syafii, maka saya mempunyai
sanad Guru kepada Imam Syafii.
Demikianlah kita ahlussunnah
waljamaah, kita tidak bersanad kepada buku, kita mempunyai sanad guru, boleh
saja dibantu oleh buku – buku, namun acuan utama adalah pada guru yang
mempunyai sanad.Kasihan mereka mereka yang keluar dari ahlussunnah waljamaah
karena berimamkan buku, agama mereka sebatas buku – buku, iman mereka
tergantung buku, dan akidah mereka adalah pada buku – buku.
Jauh berbeda dengan ahlussunnah
waljamaah, kita tahu siapa Imam Nawawi, Imam Nawawi bertawassul pada Nabi saw,
Imam Nawawi mengagungkan Rasul saw, beliau membuat shalawat yg dipenuhi salam
pada Nabi Muhammad saw, ia memperbolehkan tabarruk dan ziarah kubur,
demikianlah para ulama ahlussunnah waljamaah.
Sabda Rasulullah saw : “Sungguh
sebesar - besar kejahatan muslimin pada muslimin lainnya, adalah yang bertanya
tentang hal yang tidak diharamkan atas muslimin, menjadi diharamkan atas mereka
karena pertanyaannya” (Shahih Muslim hadits No.2358, dan juga teriwayatkan pada
Shahih Bukhari).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar